A. Pengertian Politik dan Politik Kesehatan
1.
Pengertian Politik
Perkataan politik berasal dari
bahasa Yunani yaitu Polistaia, Polis berarti kesatuan masyarakat yang mengurus
diri sendiri/berdiri sendiri (negara), sedangkan taia berarti urusan. Dari segi
kepentingan penggunaan, kata politik mempunyai arti yang berbeda-beda.
Untuk lebih memberikan pengertian arti politik disampaikan beberapa arti
politik dari segi kepentingan penggunaan, yaitu :
a.
Dalam arti kepentingan umum
(politics)
Politik
dalam arti kepentingan umum atau segala usaha untuk kepentingan umum, baik yang
berada dibawah kekuasaan negara di Pusat maupun di Daerah, lazim disebut
Politik (Politics) yang artinya adalah suatu rangkaian
azas/prinsip, keadaan serta jalan, cara dan alat yang akan digunakan untuk
mencapai tujuan tertentu atau suatu keadaan yang kita kehendaki disertai dengan
jalan, cara dan alat yang akan kita gunakan untuk mencapai keadaan yang kita
inginkan.
b.
Dalam arti kebijaksanaan (Policy)
Politik adalah penggunaan
pertimbangan-pertimbangan tertentu yang yang dianggap lebih menjamin
terlaksananya suatu usaha, cita-cita/keinginan atau keadaan yang kita
kehendaki.
c.
Jadi politik menurut kami adalah
Suatu ilmu dan seni mengelola peran untuk mencapai tujan yang dicapai.
2.
Pengertian Politik Kesehatan
Politik Kesehatan adalah Ilmu dan
seni untuk memperjuangkan derajat kesehatan masyarakat dalam satu wilayah
melalui sebuah sistem ketatanegaraan yang dianut dalam sebuah wilayah atau
negara. Untuk meraih tujuan tersebut diperlukan kekuasaan. Kekuasaan tersebut
kelak digunakan untuk mendapat kewenangan yang diperlukan untuk mencapai
cita-cita dan tujuan. Oleh karena itu derajat kesehatan masyarakat yang
diidamkan adalah merupakan sebuah tujuan yang di inginkan seluruh rakyat
banyak, maka derajat kesehatan hendaknya diperjuangkan melalui sistem dan
mekanisme politik.
Bambra et al (2005) dan Fahmi Umar
(2008) mengemukakan mengapa kesehatan itu adalah politik, karena dalam bidang
kesehatan adanya disparitas derajat kesehatan masyarakat, dimana sebagian
menikmati kesehatan sebagian tidak. Oleh sebab itu, untuk memenuhi equity atau
keadilan harus diperjuangkan. Kesehatan adalah bagian dari Politik karena
derajat kesehatan atau masalah kesehatan ditentukan oleh kebijakan yang dapat
diarahkan atau mengikuti kehendak (amenable) terhadap intervensi kebijakan
politik. Kesehatan bagian dari politik karena kesehatan adalah Hak Asasi
manusia
B.
Pengaruh Politik Terhadap Kesehatan
Penentuan kebijakan di bidang
kesehatan memang merupakan sebuah sistem yang tidak lepas dari keadaan
disekitarnya yaitu politik. Oleh karena itu, kebijakan yang dihasilkan
merupakan produk dari serangkaian interaksi elit kunci dalam setiap proses
pembuatan kebijakan termasuk tarik-menarik kepentingan antara aktor, interaksi
kekuasaan, alokasi sumber daya dan bargaining position di antara elit yang terlibat.
Proses pembentukan kebijakan tidak dapat menghindar dari upaya individual atau
kelompok tertentu yang berusaha mempengaruhi para pengambil keputusan agar
suatu kebijakan dapat lebih menguntungkan pihaknya. Semua itu,
merupakanmanifestasi dari kekuatan politik (power) untuk mempertahankan
stabilitas dankepentingan masing-masing aktor. Bahkan tak jarang terjadi pula
intervensi kekuasaan dan tarik-menarik kepentingan politis dari pemegang
kekuasaan atau aktor yang memiliki pengaruh dalam posisi politik
Pada era globalisasi diperlukan sumberdaya manusia yang
berkualitas yang didukung fisik dan mental yang sehat, sehingga mampu
berkompetisi paling optimal. Tanpa didukung dengan kesehatan fisik dan mental
yang balk, sumberdaya manusia tidak akan mampu berkompetisi dengan optimal.
Secara tradisional kesehatan diukur dari aspek negatifilya seperti angka
kesakitan, angka kecacatan, dan angka kematian. Melalui paradigma sehat,
kesehatan sudah tidak lagi dipandang semata - mata sebagai terbebas dari
penyakit, tetapi sebagai sumberdaya yang memberi kemampuan kepada individu,
kelompok, organisasi, dan masyarakat untuk mengelola bahkan merubah pola hidup,
kebiasaan, dan Iingkungannya.
Berbeda dengan paradigma lama yang berorientasi kepada
penyakit, maka paradigma baru berorientasi kepada nilai positif kesehatan,
bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup seoptimal mungkin melalui
pengurangan dalam penderitaan dan kecemasan, serta peningkatan dalam harkat
diri dan kemampuan untuk mandiri, sekalipun dalam menghadapi penyakit yang
kronis maupun fatal (Manajemen Strategis Terpadu Bagi Masyarakat Miskin, 1999).
Saat ini dimana lingkungan sosial, ekonomi, dan politik
berada pada situasi krisis, termasuk sektor kesehatan telah membuat masyarakat
terutama masyarakat golongan miskin bertambah menderita karena semakin sulit
menjangkau fasilitas kesehatan milik swasta maupun pemerintah. Dalam hal ini,
rumah sakit sebagai organisasi sosial bertanggung jawab terhadap pelayanan
kesehatan masyarakat, rumah sakit harus dapat berfungsi sebagai rumah sehat
yang melaksanakan kegiatan promotif bagi kesehatan pasien, staf rumah sakit,
dan masyarakat di wilayah cakupannya serta pengembangan organisasi rumah sakit
menjadi organisasi yang sehat.
Penerapan sebagai rumah sehat memerlukan pendekatan terpadu
dalam pengernbangan organisasi dan tenaga kesehatan.
Gerakan rumah sehat akan menghasilkan penajaman pelayanan rumah sakit dalam
menunjang gerakan kesehatan bagi semua dan pemberdayaan pasien serta staf rumah
sakit (Manajemen Strategis Terpadu Bagi Masyarakat 1999). Masyarakat selalu
mengharapkan agar pelayanan rumah sakit, baik. milik pemerintah maupun swasta
dapat memberikan pelayanan yang baik dan memuaskan bagi setiap pengguna yang
memanfaatkannya, pasien menginginkan fasilitas yang baik dari rumah sakit,
keramahan pihak rumah sakit, serta ketanggapan, kemampuan, dan kesungguhan para
petugas rumah sakit, Dengan demikian pihak rumah sakit dituntut untuk selalu
berusaha meningkatkan layanan kepada pasien.
Haryono Wiratno (1998), mengatakan bahwa kualitas pelayanan (Service
Quality) adalah pandangan konsumen terhadap hasil perbandingan antara
ekspektasi konsumen dengan kenyataan yang diperoleh dari pelayanan. Sedangkan
kepuasan adalah persepsi pelanggan terhadap satu pengalaman layanan yang
diterima
Program kesehatan di masyarakat mendapat perhatian tetapi,
yang dapat kita pelajari dari makalah ini adalah bahwa banyak kebijakan “bagus”
tetapi seperti berada di keranjang sampah. Mereka dibuang begitu saja. Ada
contoh peristiwa politik memanfaatkan kebijakan tetapi berbeda dari masalah dan
policy option yang sewajarnya lebih baik.
Muatan politik begitu kuat sehingga kebijakan itu
menyeleweng dari relevansi masalah yang dianggap oleh masyarakat dan birokrat.
Ada contoh peristiwa politik berhimpitan dengan masalah dan policy option yang
relevan dengan stakeholder lain. Politik memiliki pengaruh begitu besar
terhadap kebijakan dan pengembangan di bidang kesehatan.
C. Strategi
dan Esensi Politik Kesehatan
Gonjang-ganjing di panggung politik akhir – akhir ini, baik Pilgub
ataupun Pilbup tak henti- hentinya menghiasi media massa baik Cetak maupun
Elektronik. Seolah menjadi sumber berita yang memberikan “ energi lebih”
kepada media untuk menjadikannya headline setiap hari.
Namun disisi lain, berbagai strategi
yang telah dilakukan tersebut tetap tidak menghentikan lajunya perkembangan
penyakit yang terus memeras keringat para ahli kesehatan untuk
mengendalikannya. Masih Terus terdengar banyaknya masyarakat miskin yang tak
mampu mengakses layanan kesehatan karena tak ada biaya. Masih banyaknya Balita
yang mengalami Gizi buruk. Buruknya mutu pelayanan kesehatan yang diterima
masyarakat di Puskesmas dan Rumah sakit pemerintah, serta sejumlah
permasalahan pada sektor kesehatan yang menunggu implementasi Visi, misi,
dan program para calon pemimpin yang tampak menjanjikan, namun sungguh sulit
untuk direalisasi, akankah kenyataannya seindah janji.
Anggaran itu sudah pasti merupakan
produk politik, karena ditetapkan pemerintah bersama DPR. Membebani impor
alat-alat kedokteran dengan pajak yang sama untuk impor mobil mewah, juga
keputusan politik. Membiarkan dokter menumpuk dan berebut cuma di kota besar,
atau mengatur penyebarannya berdasarkan kepentingan Daerah, contoh lain buah
keputusan politik, singkatnya, politik kesehatan atau kebijakan kesehatan
memang akhirnya ditentukan oleh keputusan politik. Kalau kehidupan politik di
suatu Daerah tidak sehat, jangan harap kesehatan masyarakat di daerah itu akan
diurus dengan sehat pula. Politik yang sakit akan membiarkan rakyatnya sakit.
Contoh paling nyata yang terjadi dalam penetapan anggaran untuk kesehatan, menteri kesehatan mengajukan rancangan
anggaran kepada presiden yang kemudian akan dibahas bersama DPR karena dalam
penetapan Anggaran Belanja Negara DPR mempunyai wewenang dalam menyetujui
maupun menolak terhadap rancangan yang diajukan tersebut
D. Politik Kesehatan dan Kemiskinan
Kemiskinan merupakan salah satu
dimensi yang sangat menjadi perhatian dalam konteks politik kesehatan. UUD kita
menegaskan bahwa masyarakat miskin ditanggung oleh negara termasuk dalam hal
jamianan pelayanan kesehatannya. Berkaitan dengan hal itu menarik untuk
menelaah tulisan A.Maulani (peneliti Pusat studi Asia pasifik ,UGM) yang dimuat
di situs Antaranews.com . Dia mengutip pernyataan mantan Menkes Siti Fadillah
Supari “Tuntut rumah sakit yang tidak mau menerima pasien yang memiliki
kartu Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat). Kalau masyarakat miskinnya yang
tidak punya Jamkesmas, tuntut Pemdanya”, dalam sebuah rapat kerja dengan DPRRI
(9/02/09).
Pernyataan keras tersebut dengan
jelas memperlihatkan bahwa banyak lembaga kesehatan yang hanya berorientasi
ekonomi semata, yang kurang berpihak masyarakat miskin. Mereka selalu saja
menjadi korban bahkan bulan-bulanan oleh sebuah sistem. Kesehatan dalam konteks
ini hanya dipandang sebagai perkara medis belaka. Fungsi sosial yang seharusnya
juga diemban RS ternyata terkikis oleh hasrat penumpukan laba semata.
Dengan jumlah 35 juta lebih orang
miskin di Indonesia, maka sudah saatnya Negara mengambil prakarsa untuk
melindungi mereka agar berbagai lembaga kesehatan serta hal lain yang terkait
seperti rumah sakit, poliklinik, puskesmas, harga obat, serta dokter tidak
justru menjadi mesin yang menggilas mereka yang miskin dan menjadikan siklus
kemismikan kian tak berujung. Itulah kira bentuk politik kesehatan yang harus
dijalankan Negara. Seperti dikatakan Jeffrey Sachs dalam buku The End of
Poverty (2005) bahwa banyak hal yang menyebabkan seseorang akan semakin
terperangkap dalam “jebakan kemiskinan”. Salah satunya adalah tiadanya human
capital di mana salah satu variabelnya adalah dalam wujud akses kesehatan yang
memadai dan terjangkau.
Mengapa komitmen Negara dalam bentuk politik kesehatan
menjadi penting? Perlu dicatat bahwa kondisi orang miskin di negeri ini sudah
berada dalam kondisi seperti yang digambarkan James C. Scott (1983): seperti
orang yang terendam dalam air sampai ke leher, sehingga ombak yang kecil
sekalipun akan menenggelamkannya. Ombak kecil dalam konteks ini saya kira bisa
berupa mahalnya biaya rumah sakit dan juga obat-obatan.
Pada titik inilah penting mengkorelasikan hubungan antara
sektor kesehatan dan kebijakan politik sebagai bentuk konkrit dari kebijakan
kesehatan. Banyak bukti yang menunjukkan bagaimamana kemiskinan ternyata ikut
memperkeruh persoalan kesehatan. Data Indeks Pembangunan Manusia (Human
Development Indeks/HDI) yang memasukkan tiga parameter penting dalam menghitung
tingkat kesejahteraan, yaitu pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. menunjukkan
bahwa peringkat kesejahteraan Indonesia pada tahun 2010 berada di urutan 124
dari 185 negara. Dibanding Negara-negara ASEAN.
IKM ini mengukur kualitas SDM melalui beberapa indikator
yang berupa; presentase penduduk di bawah garis kemiskinan, angka buta huruf,
proporsi penduduk yang kemungkinan meninggal sebelum 40 tahun, proporsi
penduduk tidak mempunyai akses terhadap air bersih, serta persentase balita
dengan gizi buruk.
Mencermati data tersebut tampaknya sudah saatnya
kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah juga mempertimbangkan
implikasi-implikasinya terhadap sektor kesehatan. Pemukiman yang sehat, nutrisi
yang lebih baik, serta keringanan biaya kesehatan adalah salah satu bentuk
implementasinya.
Karena itu, rumah sakit, baik negeri maupun swasta, harus
didorong untuk melaksanakan proyek penanganan kesehatan khusus di daerah-daerah
miskin. Karena itu program Depkes yang bersinggungan langsung dengan masyarakat
kecil seperti program Desa Siaga yang mensyarakatkan adanya Poskesdes (Pos
Kesehatan Desa) di dalamnya, Program Poskestren (Pos Kesehatan Pesantren),
Musholla Sehat, dan juga Posyandu perlu didorong dan dikawal keberlangsungannya
sebagai bentuk komitmen pada dunia kesehatan.
Satu hal yang kira penting
diketahui bahwa untuk masyarakat yang tinggal dipedesaan yang terpencil atau
pedalaman akses pada layanan kesehatan adalah barang langka. Karena itu
keberpihakan pemerintah dalam bentuk politik kesehatan untuk mendahulukan serta
melindungi mereka yang kurang mampu kiranya adalah salah satu wujud affirmative
action dibidang kesehatan.
Sekali lagi, adalah naïf bila
perkara kesehatan lagi-lagi diserahkan pada mekanisme pasar bebas. Maka peran
paling minimal yang bisa dilakukan Negara adalah lewat kebijakan publik, yang
oleh Evans (1998) disebut sebagai custodian role. Yakni sebuah peran Negara
untuk melindungi, mengawasi serta mencegah prilaku segelintir kelompok yang
dapat merugikan masyarakat banyak. Dalam konteks kesehatan, maka pemerintah
wajib melakukan kontrol atas pelayanan kesehatan yang merugikan masyarakt
miskin.
Status miskin sama sekali tidak bisa
menghapus tugas Negara untuk menjamin perlindungan atas mereka, apalagi jaminan
untuk hidup dalam lingkungan yang sehat. Masyarakat miskin akan terus-menerus
menjadi korban bila kesehatan hanya diukur berdasarkan kemampuan seseorang
dalam mengeluarkan biaya. Karenanya keberpihakan Negara yang tegas dan jelas
harus dibangun agar keseimbangan hidup rakyat yang selama ini tersisih dan
terkoyak bisa pulih kembali.
Penjelasan diatas secara jelas menunjukkan
hubungan yang sangat erat antara poltik kesehatan dan kemiskinan. Tentu para
pemimpin politis baik di tingkat Pusat maupun daerah memahami betul konteks
peran negara
(pemerintah)
dalam mencover jaminan kesehatan bagi penduduk miskin sebagai bentuk tanggung
jawab politik, terutama berdasarkan pada isu –isu yang diungkapkan saat
kampanye. Bila ini tidak diperhatikan dan dibenahi, pemerintah akan berutang
kepada masyarakat. Politik kesehatan yang dilaksanakan secara sehat,
sistematis, dan sesuai dengan prinsip good governance tentunya akan selalu
menjadi harapan bagi masyarakat yang telah
No comments:
Post a Comment