Saturday, November 30, 2013

Asuhan Keperawatan Pada Fraktur



BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

3.1              Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:

1.  Pengumpulan Data
        
Identitas Klien, Keluhan Utama, pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan: Provoking Incident, Quality of Pain, Region, Severity (Scale) of Pain, dan Time. (Ignatavicius, Donna D, 1995)
  Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).
Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang (Ignatavicius, Donna D, 1995).
 Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik (Ignatavicius, Donna D, 1995).
Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius, Donna D, 1995).



Pola-Pola Fungsi Kesehatan
1.  Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak.(Ignatavicius, Donna D,1995).
2.   Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu menentukan  penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
3.  Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak. (Keliat, Budi Anna, 1991)
4.  Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos. Marilynn E, 1999).
5.  Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).
6.  Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap  (Ignatavicius, Donna D, 1995).
7.  Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image). (Ignatavicius, Donna D, 2000).
8.  Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan.begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur. (Ignatavicius, Donna D, 1995).
9.  Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya (Ignatavicius, Donna D, 2000).
10.  Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif (Ignatavicius, Donna D, 1995).
11.  Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien. (Ignatavicius, Donna D, 2000).



2.    Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam.
1.   Gambaran Umum
Perlu menyebutkan:
Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti:
Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung pada keadaan klien.
Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada kasus fraktur biasanya akut.
Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun bentuk.
2. Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, oedema, nyeri tekan.
Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada.
Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi perdarahan)
Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan.
Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.
Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
Paru
v  Inspeksi : Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
v  Palpasi : Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
v  Perkusi : Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.
v  Auskultasi : Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.
Jantung
v  Inspeksi : Tidak tampak iktus jantung.
v  Palpasi : Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
v  Auskultasi : Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
Abdomen
v  Inspeksi : Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
v  Palpasi : Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
v  Perkusi : Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
v  Auskultasi : Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.
Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.
Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai status neurovaskuler. Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah:
Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
Cictriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas operasi).
Cape au lait spot (birth mark).
Fistulae
Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.
Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa (abnormal).
Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa maupun klien.
Yang perlu dicatat adalah:
Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit.
Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama disekitar persendian.
Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal,tengah, atau distal).
Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang terdapat di permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya, konsistensinya, pergerakan terhadap dasar atau  permukaannya, nyeri atau tidak, dan ukurannya.
Move (pergeraka terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif. (Reksoprodjo, Soelarto, 1995)
3)   Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan” menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi  kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada x-ray:
·      Bayangan jaringan lunak.
·     Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau juga rotasi.
·     Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
·      Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti:
Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya.
Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.
Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa.
Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.

Pemeriksaan Laboratorium
Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase  (LDH-5), Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
Pemeriksaan lain-lain
Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi.
Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.
Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang berlebihan.
Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.
MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur. (Ignatavicius, Donna D, 1995)

Analisa Data
Data yang telah dikumpulkan kemudian dikelompokkan dan dianaisa untuk menemukan masalah kesehatan klien. Untuk mengelompokkannya dibagi menjadi dua data yaitu, data sujektif dan data objektif, dan kemudian ditentukan masalah keperawatan yang timbul.
3.2    Diagnosa Keperawatan
Merupakan pernyataan yang menjelaskan status kesehatan baik aktual maupun potensial. Perawat memakai proses keperawatan dalam mengidentifikasi dan mengsintesa data klinis dan menentukan intervensi keperawatan untuk mengurangi, menghilangkan, atau mencegah masalah kesehatan klien yang menjadi tanggung jawabnya.
1. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
2. Risiko cedera b/d gangguan integritas tulang
3. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi)
4. Shock hipovolemik b/d putusnya vena/arteri pada diskontinuitas tulang
5. ansietas b/d kurang pengetahuan










3.3    Intervensi Keperawatan dan Evaluasi
No
Dx.Keperawatan &
Kriteria Hasil
Rencana Tindakan
Rasional
1.            







































 
2.




















































3.








Nyeri akut








































Risiko cedera





















































Gangguan mobilitas fisik


















































Syok hipovolemik











Ansietas











1.   Tinggikan posisi
ekstremitas yang
mengalami fraktur

2.   Lakukan dan awasi latihan gerak pasif/aktif sesuai keadaan klien

3.   Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase, perubahan posisi)


4.   Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam, imajinasi visual, aktivitas dipersional)



5.   Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai keperluan.

6.   Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.




7.   Evaluasi keluhan nyeri (skala, petunjuk verbal dan non verval, perubahan tanda-tanda vital)




1.  


      Pertahankan tirah baring dan imobilisasi sesuai indikasi.




2.   Rawat luka setiap hari atau setiap kali bila pembalut basah atau kotor.


3.   Bila terpasang bebat, sokong fraktur dengan bantal atau gulungan selimut untuk mempertahankan posisi yang netral.

4.   Evaluasi pembebat terhadap resolusi edema.




5.   Kolaborasi pemasangan skeletal traksi.






6.   Kolaborasi pemberian obat antibiotika.






7.   Evaluasi tanda/gejala perluasan cedera jaringan (peradangan lokal/sistemik, seperti peningkatan nyeri, edema, demam)


1.   Pertahankan pelaksanaan akti-vitas rekreasi terapeutik (radio, koran, kunjungan teman/ keluarga) sesuai keadaan klien.



Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun yang sehat sesuai keadaan klien.







Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihan/makan/eliminasi) se- suai keadaan klien.

Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien.



Dorong/pertahankan asupan ca-iran 2000-3000 ml/hari.



Berikan diet TKTP.



























  Kolaborasi pelaksanaan fisio-terapi sesuai indikasi.
8.


   Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi.

pertahankan tirah baring dalam posisi yang di programkan
Tinggikan bagian yang terkena fraktur

Ubah posisi secara periodik


Kolaborasi fisioterapi


Observasi tingkat kecemasan keluarga
1.   Meningkatkan aliran balik vena, mengurangi edema/ nyeri.
2.   Mempertahankan kekuat-an otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler.
3.   Meningkatkan sirkulasi umum, menurunkan area tekanan lokal dan kelelahan otot.
4.   Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang mungkin berlangsung lama.

5.   Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri.

6.   Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara sentral maupun perifer.
7.   Menilai perkembangan masalah klien.







Meminimalkan rangsang nyeri akibat gesekan antara fragmen tulang dengan jaringan lunak di sekitarnya.
2.      Mempercepat penyembuh-an luka dan mencegah infeksi lokal/sistemik.
3.     
     Mencegah perubahan posisi dengan tetap mempertahankan kenyamanan dan keamanan.

4.     
         Bila fase edema telah lewat, kemungkinan bebat menjadi longgar dapat terjadi.
5.     

         Skeletal traksi menghasil-kan efek fiksasi yang lebih stabil sehingga dapat meminimalkan resiko perluasan cedera.
6.     


         Antibiotik bersifat bakte-riosida/baktiostatika untuk membunuh / menghambat perkembangan kuman.
7.   

         Menilai perkembangan masalah klien.






 Memfokuskan perhatian, meningkatkan rasa kontrol diri/harga diri, membantu menurunkan isolasi sosial.
2. Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal, mempertahankan tonus otot, mempertahakan ge-rak sendi, mencegah kon-traktur/atrofi dan mence-gah reabsorbsi kalsium karena imobilisasi.
3. Meningkatkan kemandiri-an klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan klien.
4. Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus, atelektasis, penumonia)
5. Mempertahankan hidrasi adekuat, men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi.
6. Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-pertahankan fungsi fisiologis tubuh.
7.















   Kerjasama dengan fisio-terapis perlu untuk me-nyusun program aktivitas fisik secara individual.
8. Menilai perkembangan masalah klien.

Membantu rentang gerak agar dapat bergerak dengan baik
Membantu pengaliran darah dengan sempurna
Untuk mengembalikan rentang gerak secara perlahan-lahan
Membantu dalam menentukan obat yang di gunakan

No comments:

Post a Comment